Judul : From
Zero to Zero
No. ISBN : 9786029498844
Penulis : Houtman
Z. Arifin
Penerbit : Noura
Book Publising
Tanggal terbit : Februari
- 2014
Jumlah Halaman : 223
Jenis Cover : Soft
Cover
Kategori : Memoar
Text Bahasa : Indonesia
SINOPSIS :
“Betapa hina diri ini aku rasakan ketika menerima zakat
fitrah dari para tetangga dan sanak saudara. Semoga inilah titik nol dalam
kehidupanku dan aku akan melangkah maju.”
Houtman Z. Arifin belum genap 20 tahun saat itu. Sang bapak
berpulang ke rahmatullah dengan meninggalkan utang saat dia baru saja mendapat
kerja di Citibank sebagai office boy. Dengan tekad memperbaiki nasib, dia
menolak suratan takdir bahwa pegawai OB akan menerima dana pensiun sebagai OB
pula. Dengan latar belakang yang hanya lulusan sekolah menengah dan nol
pengalaman, Houtman bertekad mempelajari segala seluk-beluk tempatnya bekerja,
dunia perbankan.
Sesungguhnya ilmu adalah jalan menuju sukses. Berkat
kegigihan dan kerja kerasnya, Houtman yang awalnya serius mempelajari cara
mefotokopi kemudian menjelma jadi pejabat Citibank untuk wilayah Asia Pasific.
Namun, akhirnya setelah sembilan belas tahun,
Houtman mengundurkan diri kala kartu namanya telah tertoreh jabatan Vice
President.
Houtman bangkit dari titik nol demi keluarga, kemudian
kembali ke nol juga demi keluarga. Sebuah perjalanan tidak hanya tentang mimpi,
tetapi juga komitmen dan kebersahajaan.
ISI CERITA :
Menjadi Pedagang
Asongan Di Ibukota
Sewaktu tinggal di tanah abang, ayah beliau sakit keras.
Orang tuanya ingin berobat, tetapi tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat
keadaan seperti itu, beliau tidak mau menyerah. Dengan bermodal hanya Rp
2.000,- hasil pinjaman dari temannya, beliau menjadi pedagang asongan
menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan
mengarungi kerasnya kehidupan ibukota. Usaha dagangannya kemudian laku keras,
namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya, ternyata Tuhan memberinya
cobaan, ketika petugas penertiban datang, dagangannya di injak hingga jatuh ke
lumpur. Ketika semua dagangan beliau sudah rusak bercampur lumpur, ternyata
teman-temannya yang dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan
lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau. Disini beliau mulai
mendapatkan pengalaman berharga tentang kerasnya kehidupan Ibukota.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan
cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong
jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan
Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi.
Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin,
berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga
Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad
diazamkan dalam hatinya. Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah
membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera
memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui.
Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya
sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya
dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Diterima Di Citibank
Sebagai OB (Office Boy)
Sampai di rumah, beliau melihat ada orang gila wara-wiri di
sekitar rumah beliau. Orang gila itu hampir nggak pake baju. Beliau pada saat
itu cuma punya baju 3 pasang. Hebatnya, beliau ikhlas memberi ke orang gila itu
sepasang baju plus sabun plus sisir. Tuhan memang Maha Adil, Pada hari ketiga
setelah kejadian tersebut, Tiba-tiba datang surat yang menyatakan bila beliau
diterima menjadi OB disebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di
Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA.
Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling
dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama
membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Waktu jadi OB, beliau melihat training. Karena jabatan
beliau hanya OB, beliau tentu tidak dianggap. Bahasa Inggris beliau pun cuma
sekedar yes-no. Tapi beliau berprinsip, “Saya harus berbuat. Saya harus
pintar.” Setiap hari selama training itu, beliau ada di depan pintu dan
mencatat semuanya. Training officer-nya lama-lama jadi menyuruh beliau masuk
(tapi secara kasar). Si training officer mengumumkan pada para trainer,
“Pengumuman, dia tidak terdaftar dan dia tidak akan diuji,” kata training
officer. Mendengarnya, Houtman tidak terima. Dia sudah berada di ruangan yang
sama berarti dia sudah menjadi salah satu trainer juga dan juga harus diuji.
Pak Houtman lalu menantang diri beliau sendiri, “Saya harus
lulus!” batin beliau. Padahal saingan beliau adalah lulusan UI, Michigan, Ohio,
ITB dan banyak universitas TOP lainnya. Sementara beliau, SMA bisa lulus aja
udah untung. “Pokoknya harus lulus dan gak boleh jadi yang terakir,” tekad
beliau. Tuhan memang Maha Besar, dari 34 orang beliau termasuk 4 besar dan
beliau pada tahun 1978 dikirim ke Eropa.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya
dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas
sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah pengetahuan
dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah
istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan
tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai
”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai
akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank
seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat
menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu
mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang
memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk
mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering
mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk
mengajarinya. Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan
tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas
mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai
Tukang Foto Kopi
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi
Houtman, tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya
Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun
melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun
menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun.
“bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff
dulu. “iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab.
“Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah tanggung jawab lo, bisa
dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras.
Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah
membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom
tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang
atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama
mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan
mempelajari dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami
berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman
kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Diangkat Menjadi
Pegawai Bank Citibank
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan
dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk
membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak
segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank
mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang
dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA. Kemudian ia pun di angkat
menjadi pegawai di bank Citibank tersebut, Peristiwa pengangkatan Houtman
menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial.
Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB mencibir
Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten
dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama
OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan
rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan
dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa
diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah
lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus
akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga
karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang
mengajarinya tentang istilah bank.
Menjadi Vice
President Citibank Indonesia
Sekitar 19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office
Boy di The First National City Bank, Houtman kemudian mencapai jabatan
tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak Citibank di Indonesia.
Jabatan tertinggi Citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang
tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia. Sampai dengan saat ini belum ada
yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice
President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan
berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik,
menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat
CEO di berbagai
perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang.
CEO terbaik Indonesia
Hingga saat ini belum ada yang mengalahkan jenjang karir
seorang Houtman Zainal Arifin. Dari satu jabatan paling bawah, sebagai pesuruh,
naik ke tingkat tertinggi sebagai Vice President. Meski hanya lulusan SMA namun
sifatnya yang tak mudah puas membuatnya belajar banyak. Secara otodidak,
Houtman bekerja dari satu tingkatan ke tingkatan lain. Mimpi besar yang
tercapai berkat rahmat Allah, dan dia tau benar hal itu. Dia berprinsip,
"Alloh tidak akan merubah nasib hamba-Nya, sebelum hamba-Nya berusaha
sendiri untuk merubah nasibnya."
Houtman Zainal Arifin sang inspirator ini dipanggil Sang
Khalik pada tanggal 20 Desember 2012 pukul 14.20. Jenazahnya disemayamkan di
Jln. H. Buang 33 Ulujami Kebayoran Lama, Jakarta. Selamat jalan Pak Houtman
semoga segala budi baikmu selama ini menjadi amal jariyah yang mengiringimu di
alam baka. Amien.
Sebelum meninggal ada nasihat yang disampaikan kepada
sang sahabat, Indra. Nasihat yang ternyata juga sebuah pesan terkahir untuknya,
untuk kita semua. Inilah nasehat beliau yang sangat bermanfaat bagi kita
semuanya:
"Indra,
tanpa bermaksud sombong, saya pernah berdiri di puncak gedung termewah di
dunia. Pernah di elu-elukan atas prestasi saya yang hebat, pernah dihormati
karena jabatan saya yang tinggi, juga dipuji karena saya dianggap sebagai
teladan kemuliaan. Tapi Indra, bukan itu yang jadi kebanggaan saya. Kalau saya
diizinkan untuk membanggakan suatu hal dalam hidup saya, maka kebanggaan
terbesar saya adalah keluarga saya. Istri dan anak-anak saya. Melihat istri
saya setia dan tegar menemani saya kala suka dan duka, melihat anak-anak saya
tumbuh mandiri dan berbakti. Indra, tidak ada pemandangan yang lebih indah dari
itu. Tidak ada kebanggaan yang lebih besar dari itu. Maka berjuanglah untuk
keluargamu. Bangun istanahmu dengan teladan dan kasih sayang. Kemudian pertahankanlah
bagaimanapun caranya. Tidak ada satupun di dunia ini yang lebih penting dan
berarti dari keluargamu dan apa yang kamu tinggalkan untuk mereka. Saya sengaja
menyampaikan ini di hadapan Nina, istrimu, karena kamu tidak akan pernah
sanggup tanpa dukungannya."
Pelajaran
yang dapat dipetik adalah kita tidak akan pernah kekurangan apa bila
kita mau saling memberi, jika kita mau bersilaturahmi dan banyak berteman
dengan siapa saja kita akan mendapatkan rezeki yang lebih banyak, dan jika kita
ikhlas memberi Allah SWT pasti akan memberikan kita sesuatu yang lebih.